Model-model pengkhianatan kaum yahudi


Disaat awal, Islam mulai tumbuh dan berkembang di Madinah, ada kekuatan yang ingin memadamkan cahaya Islam disana. Yaitu kekuatan dari dalam yang terdairi dari kaum Yahudi dan kaum Munafiq, serta kaum kafir Quraisy dan sekutunya. Dalam kesempatan ini hanya akan diungkapan hal-hal yang berkaitan dengan kaum Yahudi.
Menurut tarikh, kaum Yahudi sudah berada di Madinah sejak sebelum masehi. Mereka terdiri dari tiga golongan, yaitu Bani Qainuqa’, Bani Nadhir, dan Bani Quraizah. Dengan ketiga golongan ini, Rosulullah Saw, sudah mengikat perjanjian persahabatan, guna menjamin dan menjaga keamanan, ketenteraman, serta kesejahteraan penduduk Madinah.
Sayangnya kaum Yahudi sudah terlanjur memandang diri mereka sebagai putra dan kekasih Allah Swt, dan keyakinan mereka bahwa kenabian itu hanyalah hak bagi orang Yahudi. Betapa sakitnya kaum Yahudi itu ketika melihat agama Islam datang dan dibawa oleh orang yang bukan berasal dari golongan Yahudi, dan kemudian agama itu ternyata demikian pesatnya. Oleh karena itulah baik dengan diam-diam maupun dengan terang-terangan mereka berusaha dengan sekuat tenaga untuk memadamkan agama Allah Swt ini. Setidaknya melalui lima model pengkhianatan, terhadap perjanjian persahabatan yang telah disepakati dengan Rasulullah Saw, sebelumnya.

Mula-mula mereka tempuh dengan menantang Rasulullah Saw, “berdebat”. Melalui perdebatan ini mereka ingin menyusupkan keraguan dan kebimbangan terhadap pemahaman dan keyakinan kaum muslimin. Dengan demikian, kepercayaan kaum muslimin segera luntur dan pudar dan pada gilirannya mereka akan meninggalkan Rasulullah Saw, dan melepaskan agama mereka. Tipu muslihat pengkhianatan dan kelicikan mereka ini direkam dalam Al-Qur’an (QS. 2 ayat 49).
Usaha-usaha mereka untuk menjatuhkan Rasulullah Saw, ternyata tidak berhasil. Bahkan kepalsuan mereka dibongkar oleh Allah Swt. Mereka mengadakan perdebatan dengan Rasulullah Saw, bukan hendak untuk mencari kebenaran, tetapi hanya ingin menjatuhkan beliau dihadapan kaum muslimin semata. ‘Akibat perdebatan ini, ternyata kedudukan Rasulullah Saw, tidak jatuh bahkan semakin kokoh, Islam berkembang lebih pesat dan pengikut beliau semakin tambah meluas wilayah dan cakupannya, yang demikian sebagai pertanda kebenaran dan diterimanya risalah beliau.
Kaum Yahudi (khususnya dari Bani Qainuqa’), kemudian menempuh model pengkhianatan yang kedua, yaitu jalan “kekerasan”. Mereka mengadakan keonaran, hasutan, fitnah, adu domba, serta provokasi di kalangan penduduk Madinah. Dalam suatu peristiwa ada seorang perempuan Arab, dianiaya dengan keji sewaktu dia masuk berbelanja di pasar Bani Qainuqa’. Seorang lelaki Arab yang kebetulan lewat di tempat tersebut berusaha ingin menolong perempuan itu, tetapi malah dikeroyok oleh orang-orang Yahudi sampai mati. Perbuatan mereka ini telah memicu dan membangkitkan kemarahan kaum muslimin. Maka terjadilah perkelahian yang tidak bisa dihindarkan yang mengakibatkan pertumpahan darah di kedua belah pihak. Kemudian Rasulullah Saw, datang ke tempat tersebut (untuk mengadakan investigasi dan setelah cukup bukti kesalahan mereka) Rasulullah Saw, mengambil tidakan tegas terhadap mereka (Bani Qainuqa’) karena sudah acap kali menunjukkan sikap bermusuhan dan kebencian terhadap kaum muslimin. Mereka sudah tidak dapat dibiarkan lebih lama tinggal di Madinah, karena amat membahayakan umat Islam yang baru tumbuh itu, Rasulullah Saw, menjatuhkan hukuman atas mereka dengan “pengusiran” dari kota Madinah. Peristiwa itu terjadi setelah perang Badar.
Model pengkhianatan ketiga, berupa usaha “percobaan pembunuhan”. Sekitar setahun kemudian sesudah peristiwa ini, kaum Yahudi dari Bani Nadhir, melakukan pembunuhan atas diri Rasulullah Saw, ketika beliau bersama beberapa orang sahabat tengah melakukan kunjungan ke perkampungan mereka untuk suatu keperluan. Hanya berkat pertolongan Allah Swt, beliau selamat dari percobaan pembunuhan ini. Komplotan pengkhianatan ini terbongkar. Terhadap mereka Rasulullah Saw, menjatuhkan hukuman yang serupa dengan hukuman saudara mereka terdahulu (Bani Qainuqa’) yaitu berupa hukuman “pengusiran mereka dari kota Madinah”. Peristiwa ini terjadi pada bulan Rabiul Awal tahun ke-4 Hijriyah. Hukuman ini, sebenarnya terlalu ringan bila dibandingkan akibat yang mungkin terjadi dari perbuatan mereka (yaitu percobaan pembunuha terhadap Rasulullah Saw). Allah Swt, menempatkan peristiwa ini sebagai suatu nikmat atas beliau dan para sahabatnya, sebagaimana terekam dalam surat Al-Maidah (QS. 5 : 11).

Kemaren, minggu 17 Mei 2009, dua dari tiga capres dan cawapres RI yakni JK-Win dan Mega-Prabowo menjalani tes kesehatan sebagai salah satu persyaratan verifikasi yang harus dijalani oleh bakal capres dan cawapres untuk pilpres. Dalam tes kesehatan tersebut ada 10 kriteria yang diajukan, diantaranya neurologi (saraf), THT, alat gerak tubuh dan juga kesehatan jiwa. Tes kesehatan ini juga dilakukan ketika pilpres 2004.

Dari tes kesehatan ini bakal capres dan cawapres harus memenuhi prinsip-prinsip kesehatan. Misalnya para calon tidak boleh mempunyai penyakit yang menghilangkan kondisi fisik selama lima tahun kedepan. Dan jika memiliki maka akan membebani tugas sehari-harinya. Selain itu, bakal calon harus memiliki kesehatan jiwa. Ini terlihat dari kemampuan observasi, analisis, membuat keputusan dan mensosialisasikannya. Alangkah lebih baiknya jika capres dan cawapres ketika sudah jadi juga diperiksa kesehatan kinerjanya. MIsal KKN dan pembuktian janji-janjinya. Karena percuma saja jika mereka sehat jasmani dan rohani namun dalam kinerjanya ternyata tidak sehat. Mungkin mereka harus banyak belajar kepada Bapak Jenderal Soedirman. Beliau walaupun fisiknya tidak sehat, namun kinarjanya sangat sehat sekali.

Demokrasi Indonesiaku saat ini........


Demokrasi di Indonesia seiring dengan berjalanya waktu, pejalanannya agak melenceng dari relnya. Demikian juga dengan sifat budaya khas Indonesia (ramah tamah, halus, dll), mulai menguap dari bumi pertiwi. Ini dapat kita lihat dari beberapa kasus yang terjadi di negara kita saat ini, dimana yang ditonjolkan adalah sisi kekerasannya. Coba lihat saja kasus pengusuran para PKL, warga pinggir kota, demonstrasi yang berujung ricuh, kasus sengketa tanah yang berakhir bentrok, dll. Pokoknya akhir dari semua kejadian tersebut selalu dengan kekerasan. Dan yang membuat saya heran adalah seringnya demo yang berakhir dengan keributan dan kekacauan. Dan parahnya banyak yang dilakukan oleh para mahasiswa. Padahal insan satu ini dikenal sebagai Calon Intelektual

calon akademisi, dll. Bukannya dengan pikiran mereka menyelesaikan masalah (Dialog, Musyawarah), akan tetapi mereka dengan otot (Tawuran). Sungguh sangat Ironis. Dan yang membuat saya terheran-heran adalah kenapa sejak keran Reformasi dibuka pada tahun 1998, setiap aksi unjuk rasa/ demo selalu berakhir ricuh. Bukan demo saja, seperti penggusuran PKL, sengketa tanah, razia, juga berakhir ricuh. Padahal sejak tahun 1998 itu, demokrasi di Indonesia sudah ditegakkan setinggi-tingginya. Akan tetapi kenapa nilai demokrasi yang suci ini dinodai oleh aksi-aksi yang tidak bisa ditolelir. Lalu jika terjadi aksi semacam itu, sipa yang harus disalahkan, dan jika ada pihak yang dirugikan siapa yang harus bertanggung jawab?

Layakkah Indonesia Sebagai Kandidat Host PD 2018-2022?


Ketika bedug genderang ditabuh oleh FIFA (2/2), menandakan deadline pengajuan diri sebagai tuan rumah (host) PD 2018-2022 resmi ditutup. Dari penutupan ini didapat 11 kandidat dari 13 negara yang mengajukan proposal guna menjadi host kejuaraan sepak bola sejagat ini. Yang menarik keingintahuan saya, plus keheranan, keraguan, kesenangan dan kebanggaan adalah Indonesia. Negara Kebangaan kita, yang walaupun dalam urusan Piala Dunia masih belum ada apa-apanya, ikut mengajukan proposal dan menjadi salah satu dari 11 kandidat host PD 2018-2022.

Jika melihat plus-minus data dan fakta indonesia untuk menjadi host PD (Jawapos, 3/2), yaitu hanya memiliki 1 Stadion berstandar Internasional (GBK), transportasi masih carut marut, keamanan belum standar FIFA, tidak punya prestasi membanggakan, ada di urutan 144 dalam daftar FIFA sehingga kurang bisa menarik penonton. Dari data diatas, bisa dikatakan Indonesia untuk menjadi host PD 2022 pun masih belum layak.
Dengan demikian, jika Indonesia benar-benar ingin merealisasikan keinginannya untuk menjadi host PD, hendaknya bisa menutupi kekurangan-kekurangan diatas. jika hal itu bisa dilakukan, maka mimpi menjadi tuan rumah PD bisa saja terwujud.
Namun yang menjadi ketakutan saya saya disini jika Indonesia benar-benar mendapat amanah menggelar hajat sebesar PD adalah adanya praktik "Korupsi". Memang sudah menjadi tradisi kita saat ini. Bukannya saya negatif thinking terhadap negara saya, namun ini terkait dengan masih menjabatnya Nurdin Khaliod sebagai Ketum PSSI. Padahal belum lama ini menjadi tahanan karena kasus Korupsi. Kini rakyat Indonesia hanya bisa berharap kepada PSSI (Otoritas Sepak Bola tertinggi Indonesia) agar benar-benar bisa menunjukkan keseriusan, keloyalitasan, dan kebertanggungjawabannya untuk menjadi Shohibul Bait (Tuan Rumah) PD 2018-2022. Dan akan sangat bangga jika Indonesia bisa menjadi tuan rumah PD dengan kesan memuaskan.

Laptop OLPC cuma Rp. 120 Ribu


Keberadaan teknologi di era sekarang (era Globalisasi), sudah sangat maju perkembangnnya dan memainkan peranan penting. Salah satu kemajuan teknologi saat ini, misalnya adalah Laptop. Sekarang ini laptop sangat digandrungi oleh banyak orang karena banyak manfaatnya, terutama bagi kita-kita juga sebagai seorang mahasiswa. Diantara manfaat laptop ialah selain dapat dibawa kemana-mana, buat penngetikan, dan lain-lain, juga dapat disambungkan dengan wi-fi atau internet nirkabel. Pokoknya banyak sekali manfaatnya. Berapa biaya yang harus kita keluarkan untuk memiliki computer mini itu? Yang jelas bervariatif, ada yang 4 jutaan, 5 jutaan, 6 jutaan, dst. Tergantung dari mutunya. Namun percayakah anda jika ada laptop seharga Rp.120 ribu?

Baru-baru ini telah dikelurkan oleh pemerintah India sebuah laptop yang seharga Rp. 120 ribu (INR 500). Lapto ini mereka beri nama OLPC (One Laptop Per Child), dengan kapasitas Ram 2 Gb, memakan listrik Cuma 2 watt, dan sudah dapat disambungkan dengan wi-fi atau internet nirkabel. Laptop ini merupakan hasil kreasi dari empat perguruan tinggi di India, salah satunya adalah Institut Teknik India. Ini merupakan wujud dari keseriusan pemerintah India dalam menigkatkan mutu pendidikan di negara mereka. Sehingga diharapkan dengan adanya laptop OLPC itu, mereka (pelajar di India) dapat mengakses berbagai materi pelajar demi menunjang pengetahuan mereka. Saya berfikir, sungguh beruntung ya nasib pelajar di India sana, karena pemerintahnya sangat serius dalam memperhatikannya. Sampai-sampai dibuatkan laptop yang murah meriah. Lalu bagaimana dengan negara kita? Apa ya wujud keseriusan pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan, apa dengan BHP-nya ya? Silahkan jawab sendiri.

Dubai dan Saudi Arabia ikut kontes Tower



Apa yang ada dalam benak anda jika melihat tower-tower atau gedung pencakar langit seperti itu? Dapat dipastikan akan terbesit berapa biaya yang dihabiskan untuk membangun tower tersebut. Dalam jawapos edisi Rabu (04/02/09), pernah dimuat berita tentang hasil survey kota tertinggi di dunia. Menurut majalah bisnis forbes, New York menduduki posisi teratas dengan 35 tower (menara) yang memiliki ketinggian di atas 700 kaki atau setara dengan 213.22 meter. Diantara 35 tower tersebut, misalnya Sears Tower dengan ketiggian mencapai 1.451 kaki atau setara dengan 442 meter, dan jika diukur sampai antena mecapai 1.730 kaki setara dengan 527 meter. Dibelakang New York, Tiongkok mengejar diposisi kedua dengan adanya 30 tower dengan ketinggian diatas 700 kaki. Dan yang membuat saya berdecak kagum plus terheran-heran adalah ikut sertanya wakil negara arab (Dubai dan Saudi Arabia) dalam persaingan memiliki tower/menara tertinggi di dunia. Forbes menulis bahwa Dubai telah memiliki Burj Dubainya dengan ketinggian 2.684 kaki setara dengan 818 meter. Dan dapat diperkirakan berapa biayanya?

Tidak tanggung-tanggung, USD 4.1 miliar (sekitar Rp. 45.1 triliun) telah dikeluarkan pemerintah Dubai untuk Tower Burj Dubai. Ini merupakan yang paling heboh, karena Dubai merupakan satu-satunya Negara yang memiliki tower dengan ketinggian diatas 1000 kaki. Namun tower ini masih akan dibuka September mendatang. Setelah sukses dengan Burj Dubainya, ternyata tidak membuat pemerintah Dubai puas, rencananya akan membangun lagi tower, yaitu Nakheel Tower setinggi 3280 kaki setara dengan 999 meter. Dengan kesuksesan Dubai itu, membuat Arab Saudi iri, maka ia berencana akan membangun Kingdom Tower setinggi 3280 kaki. Kedua tower itu targetnya selesai tahun 2020. Dari data-data diatas membuat saya berfikir dan bertanya-tanya, betapa bernafsunya Saudi Arabia dan Dubai (bias dikatakan macan arab) dalam mempercantik negaranya dengan tower-tower mereka. Memang itu merupakan hak mereka, namun apakah mereka tidak mau peduli dengan negara-negara arab sekitarnya, yang masih miskin dan berkembang, bahkan ada negara yang sudah miskin malah semakin miskin lagi dengan berbagai konflik di negaranya, sebut saja Palestina dan Afganistan. Apa tidak ada niatan dari kedua negara super kaya dari benua arab ini untuk membantu tetangganya bangkit dari kemiskinan? Bukannya lebih baik biaya yang sampai triliunan buat membangun tower-tower itu digunakan untuk tetangga mereka yang sangat membutuhkan! Apakah tidak terbesit dalam dada mereka bahwa sesama muslim adalah saudara?

wah saya g bisa..... jangan saya kalo bisa......

Ini sebuah penyakit turunan atau sebuah tradisi? yaitu apabila diberi amanah sebuah tugas. Memang inilah yang sering saya hadapi dan munkin juga kbanyakan orang lain, bahwa jika mendapat amanah sebuah tugas atau pekerjaan selalu mengatakan "wah jangan saya, kyaknya saya g bisa". Padahal belum mencoba sudah bilang belum bisa dan menginginkan orang lain untuk melakukannya. Hal ini seperti kata pepatah "menyerah sebelum bertanding". Sungguh sangat tidak bagus bagi proses pendewasaan kita, jika hal ini kita biarkan terus menjangkit dalam diri kita.
Jika di telusuri lebih lanjut, hal semacam ini bisa dikatakan sebagai sebuah kebiasaan atau budaya. mengapa demikian? ya begitulah.... kalo sudah namanya budaya, sulit untuk diubah. Bisa jadi ini adalah hasil dari para penjajah dahulu yang menginginkan agar orang indonesia tidak maju.
Memang ada benarnya juga kalau kita katakan bahwa ada budaya yang diciptakan penjajah bagi orang indonesia dalam rangka untuk menghancurkannya secara tidak langsung. Salah satu contohnya: Budaya meningratkan orang-orang yang berdarah biru atau orang yang memiliki kekuaaan, sehingga banyak orang yang berusaha untuk menjadi penguasa walaupun dengan cara yang tidak baik. Demikian juga dengan budaya tidak mempercayai kemampuan orang indonesia dalam menjalankan sebuah amanah atau tugas, akibatnya ketika mendapat sebuah amanah, maka yang diucapkan adalah "saya g bisa".
Jadi solusi yang dapat dilakukan untuk menghilangkan budaya jelek ini adalah ketika mendapat sebuah amanah, maka seyogyanya kita ucapkan: "saya akan berusaha untuk melakukannya dan saya optimis bisa"